Rabu, 30 Januari 2013

PARTAI POLITIK sebagai AGENSI KORUPTOR


PARTAI POLITIK sebagai AGENSI KORUPTOR  


(Syarief Aryfa'id/ Direktur Eksekutif Lembaga Strategi Nasional)

1. Pengantar.

Belum hilang dalam ingatan kita tentang berbagai skandal mega korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat khususnya di DPR RI serta berbagai kasus pelanggaran hukum-lainya. Agar kita tidak lupa, penulis coba mengingatkan kembali tentang riwayat para politisi senayan yang tidak layak untuk kita contoh apalagi mendelegasikan hak dan suara kita pada mereka. berikut data tentang mereka. data ini dihimpun dari berbagai media online.

Kasus Korupsi Politisi "busuk" Senayan (2004-2010)/Terbukti:

  1. H. Saleh Djasit ( Golkar)/Kasus Pengadaan Damkar
  2. Hamka Yandhu (Golkar(/Kasus aliran Dana BI
  3. Agus Condro (PDI-P): kasus uang gratifikasi BI
  4. Sarjan Taher (Partai Demokrat) : kasus alih fungsi hutan
  5. Al-Amin Nasution (PPP) : kasus alih fungsi hutan
  6. Yusuf Emir Faishal (PKB) : kasus alih fungsi hutan
  7. Bulyan Royan (Partai Bintang Reformasi) :kasus pengadaan kapal Dephub
  8. Antony Zeidra Abidin (Golkar) : kasus aliran dana BI
  9. Adiwarsita Adinegoro (Golkar) : kasus dana kehutanan
  10. Abdul Hadi (PAN) : tersangka kasus korupsi pembangunan daerah tertinggal
Skandal Seks, Pelecehan, Kekerasan, dan yang Bermasalah (tersangka) 

  1. M Yahya Zaini (Golkar) : Skandal seks dan selingkuh dengan Maria Eva
  2. Max Moein (Partai PDI P) : Skandal Seks dan Foto Syur
  3. H. Dharmono K Lawi (PDI-P) : Mantan buronan kasus pidana korupsi APBD Banten dan akhir ditangkap Kejagung
  4. Theo Syafei  (PDI-P) : Pernah terjerat kasus korupsi di tahun 2002, tetapi bebas, dan terpilih kembali jadi anggota DPR periode 2004-2009
  5. Jaka Aryadipa Singgih (PDI-P) : Tersangka kriminal penyerangan/penyerobotan, dan pernah merampas kamera yang digunakan satpam keamanan di kawasan perkantoran

  • Pada tahun 2011, 2012 kita dihebohkan dengan  beberapa skandal besar yang mulai terkuak, yaitu kasus  skandal pemilihan Deputi Bank Indonesia dengan skema cek pelawat yang melibatkan banyak pentolan senayan.  seperti yang diberitakan oleh beberapa media  tentang penanganan kasus suap cek perjalanan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Miranda Goeltom tahun 2004 di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setelah sebelumnya empat legislator DPR RI periode 1999-2004, dijebloskan KPK ke penjara,  ditenggarai KPK akan menetapkan 26 orang sebagai tersangka baru. Belum diketahui siapa saja nama-nama ke-26 orang tersebut, namun berdasarkan informasi yang dihimpun  dari berbagai media  termasuk data humas di KPK, terdapat nama politisi senior PDI P, Panda Nababan, dan politisi Partai Golkar, Pasca Suzeta. 
  • Seperti diketahui sebelumnya, Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan vonis terhadap mantan anggota DPR RI dari PDI P, Dhudie Makmun Murod, PPP, Endin Soefihara, TNI/Polri, Udju Djuhaeri, dan Partai Golkar, Hamka Yamdu. Yang akhirnya KPK telah menetapkan seseorang menjadi tersangka sebagai pihak pemberi cek perjalanan tersebut, yaitu MIRANDA G.

  • Seperti yang diberitakan ANTARA News ( 28/01/11) bahwa Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi menahan sejumlah mantan anggota DPR RI periode 2004-2009 sebagai tersangka dugaan kasus penerimaan travel cek (travellers check) dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom. "Penahanan ini politis," kata mantan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas), Paskah Suzetta di KPK.

  • Berikut sejumlah tersangka menjalani penahanan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur yakni: 

  1. Sofyan Usman, 
  2. Pazkah Suzetta, 
  3. Daniel Tanjung, 
  4. Sutanto Pranoto, 
  5. Poltak Sitorus, 
  6. Matius Formes,
  7. M Iqbal, Martin Briaseran 
  8. Hafid Zawawi. 

  • Sedangkan tersangka yang menghuni Rutan Salemba, Jakarta Pusat, yaitu:

  1. Asep Nuhimat, 
  2. Baharudin Aritonang,
  3. Nurlip Suwarno dan 
  4. Reza Kamarullah. 

  • Sedangkan mantan anggota wakil rakyat yang mendekam di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur, adalah Angelina dan Ni Luh Mariani.
Kasus ini menyeret 25 anggota DPR RI Komisi IX periode 1999-2004 sebagai tersangka. Kemudian, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) telah memvonis empat orang mantan anggota DPR RI terkait kasus cek perjalanan itu, yakni Dudhie Makmun Murod, Hamka Yandhu, Endin Soefihara dan Udju Djuhaeri.

kasus yang paling banyak menyita perhatian publik adalah, politisi demokrat M. Nazarudin dan Angelinda Sondak. Kedua politisi muda demokrat ini  paham betul bagimana memanfaatkan kursi senayan dan popularitas partai demokrai dalam mengkeruk kekayaan negara.   publik kemudian dibuat kaget dengan kerja KPK, dimana Presiden partai PKS beserta anak buahnya di tangkap dengan dugaan kasus korupsi pengadaan sapi impor.  Penangkapan ini sontak saja membuat publik, dan juga para kader PKS kaget dan tidak percaya. Partai yang selama ini di gadang-gadang sebagai pelopor partai kader di Indonesia serta partai yang bersih, ternyata tak kuasa menahan godaan syahwat politik untuk merampok uang negara.  Dengan slogan BERSIH, JUJUR dan PEDULI, partai politik telah berhasil memanipulasi masyarakat Indonesia, setelah sebelumnya partai demokrat dengan lantang mengatakan : KATAKAN TIDAK pada KORUPSI, eh.. ternyata melakukan KORUPSI yang TIDAK Sedikit. 

2. Problem Sistemik

Jika para pentolan demokrat dgn iklannya; KATaKAN TIDAK pada KORUPSi, ternyata TIDAK yg dimaksud adlh TIDAK SEDIKIT korupsinya, kini PKS jg TIDAK mau kalah, dgn taglinenya: BERSIH, JUJUR dn PEDULI, .. Mungkin krn sgt PEDULInya, smpai-sampai dana impor sapi-pun di sapuh BERSIH oleh presiden PKS dn anak buahnya dgn sgt JUJUR.

Partai Politik saat ini tidak hanya menjadi instrument penting demokrasi, akan tetapi parpol juga menjadi pilar korupsi secara institusional. Parpol bahkan memainkan fungsi agensi yang sangat totalitas menggerogoti kekayaan negara dengan berbagai motif. persoalan ini (patpol dan korupsi) sangat sulit di atasi hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah: 
  1. Sistem politik yang kita anut saat ini terjebak pada proseduralisme demokrasi dan lemah pada subtansial rule of the law dan rule of the game.
  2. Sistem kebijakan dan penganggaran yang dilakukan pemerintah dan DPR baik pada level pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, memberi ruang  terjadinya politik transaksional yang memungkinkan para politisi dan partai politik menggunakaan kekuasaan dan kewenanganya untuk mencuri kekayaan negara.
  3. Lemhanya penegakan hukum, sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi para pelaku maupun calon pelaku yang sedang mengatur niat/rencana untuk korupsi.
Menurut penulis bahwa ada beberapa hal ide soluitf yang bisa diinstalasi yaitu:

  1. Dalam UU tentang Pemilu dan UU tentang Partai Politik, harus ditambah bab atau pasal yang mengatur tentang proses rekruitmen calon anggota legislatif (pusat sampai daerah) dimana prosesnya melalui tim independen yang melibatkan KPK, PPATK, BPK. tujuanya adalah agar pada tahapan ini, publik akan mengetahui secara komprehensi tentang para caleg.
  2. Mekanisme penyusunan anggaran antara DPR dan pemerintah harus dilakukan secara terbuka/transparansi, dimana setiap data/dokumen anggaran dlm bentuk usulan RAPBN/RAPBD harus dipublikasi dan dikonsultasikan ke publik terlebih dahulu, sebelum di bahas dan di syahkan oleh DPR/DPRD. tujuanya adalah agar masyarakat mengetahui apakah usulan mereka selama proses musrenbang mauli tingkat desa sampai nasional, diakomodir atau tidak, serta masyarakat akan mengetahui berbagai program pemerintah dan rencana penganggarannya.
  3. Diinternal DPRDPRD yang selama ini sistem pengawasanya dilakukan oleh Badan Kehormatan (BK), menurut penulis, sebaikanya di ganti menjadi Badan Pengawas DPR, dimana lembaga ini diberi keweangan secara hukum dan politis dalam melakukan kegiatan penyidikan, penyelidikan. anggota BP DPRD tidak boleh berasal dari partai politik.
  4. Pemerintah segara menerapkan Hukuman Mati bagi koruptor


Tidak ada komentar:

Posting Komentar